BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang
membuat Kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi, nama besar
Turki Usmani masih membuat Eropa Barat segan untuk menyerang atau mengalahkan
wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam ini, termasuk
daerah-daerah yang berada di Eropa Timur. Namun, kekalahan besar Kerajaan
Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun 1683 M membuka mata Barat
bahwa Kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah Kerajaan Usmani
berulangkali mendapat serangan-serangan besar dari Barat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
penyebab kemunduran kerajaan Usmani?
2. Faktor
apakah yang menyebabkan kedatangan Eropa ke Negeri Muslim?
3. Faktor
apa sajakah yang menyebabkan bangkitnya nasionalisme didunia Islam?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Agar
siswa mengetahui penyebab kemunduran kerajaan Usmani
2. Agar
siswa mengetahui Faktor yang menyebabkan kedatangan Eropa ke Negeri Muslim
3. Agar
siswa mengetahui Faktor yang menyebabkan bangkitnya nasionalisme didunia Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYEBAB KEMUNDURAN KERAJAAN USMANI
Kemunduran
Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan
karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal
diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti
Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian
yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang
mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin
memburuk dan system pemerintahan tidak berjalan semestinya.
Selaim faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan
pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
Selaim faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan
pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai
kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup
Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki
terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka
jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak
memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin
yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
3. Kelemahan para Penguasa
Setelah sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
4. Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang
mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang
memperebutkan kekuasaan (jabatan).
5. Pemberontakan Tentara Jenissari
Pemberontakan
Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M,
1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi
menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh
keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya
pemberontakan-pemberontakan.
6. Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot.
7. Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
B. FAKTOR PENYEBAB KEDATANGAN EROPA KE NEGERI MUSLIM
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa
ke negeri-negeri muslim adalah ekonomi dan politik. Kemajuan Eropa dalam bidang
industri menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan baku, di samping rempah-rempah.
Mereka juga membutuhkan negeri-negeri tempat mereka dapat memasarkan hasil
industri mereka itu. Untuk menunjang perekonomian tersebut, kekuatan politik
diperlukan sekali. Akan tetapi, persoalan agama seringkali terlibat dalam
proses politik penjajahan barat atas negeri-negeri Islam ini. Trauma perang
Salib agaknya masih membekas pada sebagian orang Barat, terutama Portugis dan
Spanyol, karena dua negara ini untuk jangka waktu berabad-abad berada di bawah
kekuasaan Islam.
C. FAKTOR
PENYEBAB BANGKITNYA NASIONALISME DI DUNIA ISLAM
Sebagaimana telah disebutkan,
benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam
bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang pertama merasakan hal itu
di antaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama
menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang
Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Usaha yang memulihkan kembali
kekuatan Islam pada umumnya (yang dikenal dengan gerakan pembaharuan) didorong
oleh dua faktor yang saling mendukung, pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur
asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam itu dan menimba
gagagsan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama
seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab
(1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan Gerakan
Sanusiyyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari
Aljazair. Sedangkan yang kedua, tercermin dalam pengiriman para pelajar
Muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk
menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan
karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga
banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu dengan
segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan
dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan
Pan-Islamisme (persatuan Islam sedunia) yang mula-mula didengungkan oleh
gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan
lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M).
Menurut L. Stoddart,
Al-Afghanilah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan
bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia
Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha yang teliti untuk pertahanan. Umat
Islam menurutnya harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di
bawah panji bersama. Akan tetapi, ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal
dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, Al-Afghani dikenal sebagai bapak
nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang
bergelora itu mendorong Sultan Kerajaan Turki Usmani Abd Al-Hamid II (1879-1909),
untuk mengundang Al-Afghani ke Istambul, ibukota kerajaan. Gagasan ini dengan
cepat mendapat sambutan hangat di negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat
demokrasi Al-Afghani tersebut menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga
Al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istambul. Setelah itu, gagasan
Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama
sekutunya, Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh
Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung gagasan nasionalisme, rasa kesetiaan
kepada negara kebangsaan. Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat itu
masuk ke negeri-negeri Muslim melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang
menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar muslim yang menuntut ilmu
ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan “Barat” yang didirikan di negeri
mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari
pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak sejalan dengan semangat ukhuwah
Islamiah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme
redup.
Di Mesir, benih-benih gagasan
nasionalisme tumbuh sejak masa Al-Tahtawi (1801-1873) dan Jamaluddin
Al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini di Mesir
adalah Ahmad Urabi Pasha. Kalau di Mesir bangkit nasionalisme Mesir, di bagian
negeri Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan
mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme itu terbentuk atas dasar
kesamaan bahasa. Demikianlah yang terjadi di Mesir, Syria, Libanon, Palestina,
Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein dan Kuwait. Semangat persatuan Arab itu
diperkuat pula oleh usaha Barat ntuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah
bangsa Arab dan di negeri yang dihuni mayoritas Arab. Namun, berbeda dengan
negeri-negeri yang menyuarakan aspirasi nasionalnya, bangsa Arab berada di
dalam beberapa wilayah kekuasaan, bukan saja karena banyaknya kerajaan
tradisional, tetapi juga dan terutama karena wilayahnya yang luas itu
“dibagi-bagi” oleh penjajah Barat. Cita-cita mendirikan satu negara Arab
menghadapi tantangan yang sangat berat. Paling tidak, untuk mencapai cita-cita
itu, mereka harus melalui dua tahap. Pertama, memerdekakan wilayah
masing-masing dari kekuasaan dari penjajah. Kedua, berusaha mendirikan
negara kesatuan Arab. Pada tanggal 12 Maret 1945, mereka berhasil mendirikan
Liga Arab. Tetapi, terbentuknya Liga Arab itu, belum berarti cita-cita utama
berdirinya negara Arab bersatu sudah tercapai. Apalagi, ketika itu kekuasaan
Barat masih tetap bercokol di sana.
Di India, sebagaimana di Turki
dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan khilafat juga
mendapat pengikut. Syed Amir Ali (1848-1928 M) adalah salah seorang pelopornya.
Namun, gerakan ini segera pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah
yang dihapuskan Mustafa Kemal di Turki tidak mungkin lagi. Yang populer adalah
gerakan nasionalisme yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan
tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar
tokoh-tokoh Islam karena di dalamnya kaum Muslimin yang minoritas tertekan oleh
kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antara dua komunitas Hindu dan Islam
sulit diwujudkan. Oleh karena itu umat Islam di anak benua India ini tidak
menganut nasionalisme tetapi islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal
dengan komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam ini disuarakan oleh Liga Muslimin
yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional, dukungan mayoritas
penganut agama ada sebelum Liga Muslimin berdiri, dilontarkan oleh Sayyid Ahmad
Khan (1817-1898 M), kemudian mengkristal pada masa Iqbal (1876-1938 M) dan
Muhammad Ali Jinnah (1876-1948 M).
Partai politik besar yang
menentang penjajahan di Indonesia adalah Sarekat Islam (SI), didirikan tahun
1912 di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto, partai ini merupakan kelanjutan dari
Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911. Tak lama
kemudian partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai Nasional
Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927), Pendidikan Nasional Indonesia
(PNI-baru) didirikan oleh Mohammad Hatta (1931), Persatuan Muslimin Indonesia
(Permi) yang menjadi partai politik tahun 1932 dipelopori oleh Mukhtar Luthfi.
Gagasan-gagasan
nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajah
Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution,Pembaharuan dalam
Islam; Sejarah Pemikiran, dan Gerakan (Jakarta; Bulan Bintang, 1988), hlm. 15.
“Philip K. Hitti, Histroy of the
Arabs, (London; The Macmillan, 1974), hlm. 722
G. H. Jansen, Islam Militan,
(Bandung; Pustaka, 1980), hlm. 82-84
Ahmad Syalabi, Imperium Turki
Usmani, (Jakarta; Kalam mulia, 1988), hlm. 170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar